Pengertian Ilmu Hadist
2.1 Pengertian Hadist
1.
Pengertian Hadist
Secara Ertimologis
‘kata
hadist’ berasal dari bahasa arab, yaitu al-hadist,
Jamaknya Al-Akhadist, Al-Akhaditsan, dan
Al-Ahudtsan.Secar etimologis, kata ini memiliki banyak arti, di
antaranya al-jadid (yang Baru) lawan
dari al-qadim (Yang lama), dan
khabar, yang berarti kabar atau berita. [1]
2.
Pengertian Hadist
secara Terminologis
Segala sesuatu yang diberitakan dari nabi Muhammad SAW,
baik berupa Perkataan Nabi (Sunnah
Qouliyah), Perbuatan Nabi (Sunnah
Fi’liyah), Ketetapan Nabi (Sunnah
Taqririyah).
Dalam Al-Qur’an, kata hadist
ini digunakan sebanyak 23 berikut beberapa contohnya.
a.
Komunikasi
Religius: Risalah Atau Al-Qur’an
الله نزّلـــ أحسن الحديث كتبا......
(الزمر:23)[2]
Allah
ta’ala menurunkan secaa bertahap hadist (Risalah)yang paling baik dalam bentuk
kitab (Q.S.Az-Zumar
[39]:23)
Firman-Nya lagi,
فذرني ومن يكذب بهذاالحديث.....(القلم:44)
Maka
serahkanlah (ya Muhammad) kepada-ku (urusan) orang-orang yang mendustakan
hadist (Al-Qur’an) ini. (Q.S.Al-Qalam
[68]:44)
b. Kisah tentang suatu watak sekular atau umum
وإذا رأيت الذين يخوضون في ايتنا فأعرض
عنهم حتي يخودون
في حديث غيرهقلي.....(الأنعام:68)
Dan
apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokan ayat-ayat kamim
tinggalkanlah mereka sehingga membicarakan hadist (Perkataan) yang lain. (Q.S.Al-An’am [6]:68)
c.
Kisah
Historis
وهل اتاكحديث موسى.....(طه:9)
ِحشنشا
Apakah telah sampai kepadamu hadis (Kisah) Musa ?. (Q.S.Thaha [20]:9)
d.
Kisah
Kontemporer atau percakapan
وإذ ســــرّالنبي إلي بعض أزواجه حديثاج.....(التحريم:3)
Ketika
nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya suatu
hadist (Cerita). (Q.S.At-Tahrim
[66]:3)
Dari
ayat-ayat tersebut, kita bias menyimpulkan bahwakata hadist telah digunakan dalam al-Qur’an dalam arti ‘kisah’,
‘komunikasi’, ‘risalah’, religious maupun sekular, dari suatu masal\ lampau
ataupun masa kini.[3]
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengetian Pengertian
a. Sunnah
a. Sunnah
Menurut
bahasa, sunnah adalah,
الطريق محمودة كانت أو مذمومة
Jalan yang dilalui, baik terpuji atau tercela.[4]
Sabda Nabi Muhammad SAW.,
لتتبعن
سنن من قبلكم سبرا بشبر و ذراعا بذراع حتى لو سلكوا جحر ضب
لسلكتموه
(رواه البخارى و المسلم )
Sungguh,
kamu akan mengikuti sunnah-sunnah (Perjalanan-perjalanan) orang yang sebelummu
sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka
Memasuki sarang dhab (serupa biawak) sungguh kami memasuki juga. (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Adapun Sunnah menurut istilah, seperti yang
diungkapkan oleh Muhammad ajaj al-Khathib,
ما أثرعن النبي صلي الله عليه وسلم من قول أو فعل أو تقريرا أو صفة خلقية
Secara
bahasa, khabar pada artinya warta
atau berita[6].yang disampaikan dari seseorang kepada orang
lain.Khabar menurut istilah ahli hadist adalah,
ما أضيف إلي النبي محمد صلى الله عليه وسلّم أو
غيره
Segala
sesuatu yang disandarkan atau berasal dari nabi muhmmad SAW. Atau selain Nabi
Muhammad SAW.
Maksudnya
bahwa khabar cakupannya lebih ebih
luas disbanding hadist.khabar mencakup
segala sesuatu yang berasal Nabi Muhammad SAW. Dan selain Nabi, seperti
perkataan sahabat dan tabiin, sedangkan hadist hanya segala sesuatu yang
disandarkan kepada nabi Muhammad SAW.baik perkataan, perbuatan maupun ketetapan
beliau.
c. Atsar
c. Atsar
Dari
segi bahasa , atsar berarti bekas sesuatu atau sisa sesuatu. Menurut kebanyakan ulama’, atsar mempunyai pengertian yang sama dengan Khabar dan hadist, namun menurut sebagian ulama’.Secara
Terminologis adalah sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in dari
perkataan dan perbuatan.
2.2 Perbeda’an dan Persamaan Hadist, Sunnah, Khabar, Dan Atsar.
2.2 Perbeda’an dan Persamaan Hadist, Sunnah, Khabar, Dan Atsar.
a.
Perbedaan
1.
Menurut ibn manzhur,
‘kata hadist’ berasal dari bahasa arab, yaitu al-hadist, Jamaknya Al-Akhadist,
Al-Akhaditsan, dan Al-Ahudtsan.Secar etimologis, kata ini
memiliki banyak arti, di antaranya al-jadid
(yang Baru) lawan dari al-qadim (Yang
lama), dan khabar, yang berarti kabar atau berita. [7]
2.
Menurut
M.M. Azami mendefinisikan bahwa kata ‘hadist ’ (Arab: Al-Hadist), secara etemologi (Lughowiyah),
berarti komunikasi’, ‘kisah’, ‘percakapan’: religious atau secular, historis
atau lontemporer.[8]dan
juga menurutnya juga bahwa sunnah berarti model kehidupan Nabi Muhammad SAW.,
sedangkan hadist adalah periwayatan dari model kehidupan Nabi Muhammad
SAW.tersebut.[9]
3. Khabar
itu cakupannya
lebih luas dibanding dengan hadist.
Khabar mencakup segala sesuatu yang berasal ari nabi Muhammad SAW. An selain
Nabi Muhammad SAW., seperti perkataan sahabat dan tabi’in sedangakan hadist
hanya segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW., baik
perbuatan, perkataan, maupun ketetapan nabi Muhammad SAW.
b.
Persamaan
1.
Menurut
Ulama’ Hadist, sunnah dan hadist adalah hal-hal yang berasal dari nabi Muhammad
SAW., baik berupa perkataa, perbuatan, penetapan maupun sifat beliau, dan sifat
ini, baik berupa sifat-sifat fisik, moral maupun perilaku, sebelum beliau
menjadi nabi maupun sesudahnya.[10]
2.
Menurut
ulama’ jumhur ulama’ hadist, dapat dipergunakan dengan maksud yang sama, yaitu
bahwa hadist disebut juga dengan sunnah, khabar,
atau atsa. Begitu pula, sunnah
dapat disebut dengan Hadist, Khabar,
dan atsar. oleh karena itu, hadist mutawatir dapat juga disebut dengan
sunnah mutawatir atau khabar mutawatir. Begitu juga, hadist
shahih dapat disebut dengan sunnah sahih, khabar
sahih, dan Atsar sahih.
2.3 Pembagian Sunnah
a.
Sunnah
Qouliyah
Hadist Qouli adalah segala bentuk
perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang
berisi berbagai tuntutan dan petunjuk syara’, peristiwa dan kisah, baik yang
berkaitan dengan aspek aqidah, syariat, maupun akhlak.
Diantara contoh hadist Qouliyah adalah hadist tentang kecaman
rasul kepada orang-orang yang mencoba memalsukan hadist-hadist yang berasal
dari nabi Muhammad SAW.,
عن
أبي هريرة قالـــ:قال رسول الله صلي الله عليه وسلم :من كذب
علي
ّ متعمدا فليتبوّا مقعده من النار .(رواه المسلم)
Dari
abu hurairah r.a., rasulullah SAW. Bersabda, “barang siapa sengajaberdusta atas
diriku, hendaklahia bersiap-siap menempatitempat tinggalnya dineraka” (H.R.
Muslim)
b.
Hadist
Fi’liyah
Hadist Fi’liyah adalah segala perbuatan yang diandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW., dalam hadist tersebut terdapat berita tentang perbuatan Nabi
Muhammad SAW., yang menjadi anutan perilaku para sahabat pada sa’at itu, dan
menjadi keharusan bagi semua umat islam untuk mengikutinya.
Hadist yang termasuk kategori ini
diantaranya adalah hadis-hadist yang didalamnya terdapat kata-kata kanalyakuku atau ra’aitu/ra’aina.[11]
contohnya hadist berikut ini.
عن
عائشة أنّ النبي صلى الله عليه و سلّم كانيقسم بين نسائه فيعدل ويقول:
اللّهم
هذه قسمتي فيما أملك فلا تلمني فيما تملك ولا أملك (رواه أبو داود
و
الترمذى والنســــائىوبن ماجه)
Dari ‘Aisyah, Rasulullah SAW.
Membagi (nafkah dan gilirannya)antar istri-istrinya dengan adil. Beliau
bersabda,”ya allah! Inilah pembagianku pada apa yang aku miliki. janganlah
engkau mencelaku dalam hal yang tidak aku miliki.” (H.R.
Abu Daud, At-Tirdmidzi, An-nasa’I, dan ibn majah)
c.
Hadist
Taqririyah
Hadist
Taqririyah Adalah hadist berupa ketetapan Nabi Muhammad SAW. Terhadap apa yang
dating atau dilakukan oleh para sahabatnya. Membiarkan atau mendiamkan suatu
perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan,
apakah beliau membenarkan atau mempermasalahkannya.sikap nabi yang demikian itu
dijadikan dasar oleh para sahabat sebagai dalil taqririyah, yang dapat dijadikan hujjah atau mempunyai kekuatan hokum untuk menetapkan suatu
kepastian syara’.[12]
[1]
Muhammad ibn Mukaram ibn Manzhur. Lisan
Al-Arab, Juz II 1992. Hal 131
[2] Ibid
[3]
Ibid
[4]
Soetari. Op.cit. hal 6
[5]
M. Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadist
‘ulumuhu wa Musthalahuhu. Beirut: Dar Al-Fikr.1975. hal 19.
[6]
Mahmud Yunus. Op.cit. hal. 13.
[7]
Muhammad ibn Mukaram ibn Manzhur. Lisan
Al-Arab, Juz II 1992. Hal 131
[8]
M.M. Azami. Studies in hadist methodology
and literature. Terj. Meth
kieraha. Jakarta: Lentera, 2003. Hal 21-23
[9]
Azami,memahami…… op.cit. hal. 21.
[10]
Mustafa Ash-shiba’. Sunnah dan perananny
dalam penetapan hokum islam: sebuah pembelaan kaum sunni. Jakarta: pustaka
Firdaus. 1993. Hal 1.
[11]
Ibid. hal. 15
[12]
Utang ranuwijaya. Ilmu hadist. Jakarta:
gaya Media Pratama. 1996. Hal. 15.